Jumat, 08 Maret 2013

Satu Nafas Terakhir, Part 3

Cerbung
Genre : Sad Romance

             Tiba-tiba ku dengar pintu kamarku terbuka. Sudah bisa dipastikan Bi Surti yang membukanya. Masuk ke kamarku membawa nampan berisi bubur sebagai sarapanku dan obat-obatku yang ku kira jumlahnya ada lah 5 jenis. Huufftt.. Selalu saja pagi hari diawali dengan prosesi seperti ini.
            “Non, sarapannya..” Aku memandang Bi Surti sejenak dan menyunggingkan seulas senyum. Mood-ku di pagi hari selalu baik, tidak seperti siang atau sore hari.
            “Taroh aja Bi.” Aku kembali menatap jendela, menikmati guratan sinar mentari yang lembut. Sesuatu hal yang sangat ku sukai. Kehangatan dari sinar mentari.
            Aku menghampiri nampan yang dibawa Bi Surti tadi. Ku angkat mangkuk yang menjadi tempat bubur ayamku bernaung. Ku garuk dengan sendok bagian puncaknya. Mengunyah dengan perlahan namun pasti. Terkadang, semangatku untuk hidup kembali mencuat, namun disaat tertentu juga, keputusasaan begitu mengurung diriku. Menghimpit dan memecahkan harapanku hingga ku rasa semua yang ku lakukan tidak ada gunanya.
            Aku menyisakan setengah mangkuk bubur sarapanku. Ku comot 5 jenis obat untuk penyakitku yang tak ku tahu persis fungsinya. Ku ambil segelas air putih dan memelannya bersama air. Obat-obatan itu terasa hambar di lidahku karena sudah terbiasa aku mengonsumsinya.
            Ritual selanjutnya adalah menyiram tubuhku dan membersihkannya. Setelah itu, melesat menuju danau dan menikmati kedamaian pagi.
***
            Seseorang telah duduk di tepi danau. Membuatku menyipitkan mataku dan memutar ingatanku ke masa silam. Aku berani bertaruh kalau aku belum pernah melihatnya sebelumnya. Aku pun menyapanya.
            “Hei, maaf kamu siapa ya?” Sebisa mungkin aku bersikap ramah pada orang ini.
            Dia berbalik menatapku.
            “Ooh, aku Marcel. Kalau kamu?”senyum hangat menyambutku.
            Aku mendekatinya dan duduk di sampingnya. Jarak 1 meter memisahkan kami.
            “Aku Rachel. By the way, kamu kok bisa disini?” Tanpa basa basi lagi aku menanyakan hal yang ingin ku ketahui sedari tadi.
            “Aku hanya mencari ketenangan dan menemukan tempat ini. Kamu juga kok bisa ada di sini.” Hampir saja aku tertawa mendengar pertanyaan itu darinya. Jelas lah aku bisa di sini, ini tempat kan punya Papaku.
            “Ini sudah jadi kebiasaanku. Berkunjung di danau ini. Melepas penat dan mencari kedamaian.” Ku palingkan wajahku saat ku katakan ini padanya.
            Kami pun terdiam lumayan lama. Nampaknya pemuda ini tidak banyak bicara. Namun dari wajahnya, dapat ku lihat jika dia bukan pemuda yang cuek. Dia sosok yang lembut.
            “Tempat ini indah. Baru kali ini aku berkunjung di tempat seindah ini. Apalagi ada ratusan ikan koi di