Kamis, 13 Desember 2012

Getir Ramadhan


Linangan air mata meledak saat ingatanku menerawang jauh ke masa lalu. Tepat saat Bulan Ramadhan 2010, terjadi peristiwa yang mampu mengacaukan separuh hidupku. Saat itu matahari tampak malu-malu bersembunyi di kubu sang awan.
            “Hayo.. ngelamun mulu entar kesambet lho.” Kak Reny mengagetkanku dengan kata-katanya.
            “Aaah, Kak Reny ngagetin aja. Gini lo Kak, di surau tempat aku ngaji, ada lomba baca Al- Qur’an tingkat kecamatan. Setiap anak boleh ikut, dengan syarat mempunyai Al- Qur’an. Aku kepingin ikut Kak, tapi kita kan gak punya Al-Qur’an.” Curhatku.
Kak Reny terbungkam sejenak. Kerudung biru yang dikenakannya nampak indah bergoyang-goyang ditiup angin. Aku yakin Kak Reny sedang memutar otaknya untuk membeli Al-Qur’an. Bukan perkara mudah bagi kami yang berpenghuni di gubuk reot dan mencari makan dengan mengaisi sampah membeli Al-Qur’an yang harganya sekitar Rp 25.000.
            Kak Reny menatapku dan mulai berbicara.
            “Lombamu berapa hari lagi?” Tanya Kak Reny pada adiknya yang berumur 12 tahun ini.
            “ Sekitar  seminggu lagi Kak.” Waktu yang singkat untuk memenuhi tabungan membeli Al-Qur’an.

Angan Semu

Inilah cerpen SMP-ku yang aku poles lagi... :)


Sudah lama aku merhatiin sepasang sejoli itu. Aldo dan Raya. Pasangan yang sangat bahagia dan membuat semua orang ikut bahagia kecuali aku.
Aku mencintai Aldo saat aku masih menjadi peserta MOS di SMA Jaya Bhakti ini. Awalnya ku kira Aldo juga mencintaiku karena dialah satu-satunya panitia MOS  yang perhatian padaku. Tapi anggapanku salah karena sekarang Aldo berpacaran dengan sahabatku sendiri, Raya.  
“Andin, ke kantin yuk!” Kata Raya yang tiba-tiba berada di sampingku.
Kehadirannya membuatku muak. Aku berdiri dan melakukan hal yang pantas padanya. Aku menamparnya. Tak cukup dengan itu, aku menarik rambutnya hingga dia mendongak.
“Denger Raya! Jangan ganggu aku lagi!”
Aku pun melangkah meninggalkan Raya di kelas menuju lokerku. Aku sudah biasa melakukan hal itu padanya. Dan reaksinya hanya diam tanpa pernah marah kepadaku. Apapun alasannya, hal itu malah membuatku semakin membencinya
Setibanya di lokerku, aku langsung membukanya. Aku sangat terkejut karena kudapati gunungan surat yang menutupi barang-barangku di dalam loker. Pasti semua ini dari Mr.X. Aku yakin banget. Memang akhir-akhir ini Mr.X sering banget mengirim surat-surat gak penting kepadaku. Tapi itu hanya satu dua. Tapi sekarang? Punya tangan berapa sih tuh orang?
Aku mulai membuka surat-surat itu. Ku awali dengan surat beramplop biru muda
To: Penyejuk kalbuku
Kenapa akhir-akhir ini kamu berubah? Ini bukan Andin yang ku kenal. Apa yang membuatmu begini? Kenapa kamu bertindak kasar terhadap sahabatmu sendiri? Tolong jawab pertanyaanku dengan membalas surat ini. Kamu cukup meletakkannya di mana saja dan aku pasti akan menemukannya.
From :Mr. X

Selasa, 06 November 2012

Wrong Choice


  
“ Karena keinginan hati akan cinta bisa merusak persahabatan yang akan berujung penyesalan diri ” Lina Nurdiana.

Aku berharap aku bisa berlabuh ke masa purba bahkan sebelum purba untuk menghapus semua pilihan-pilihan di masa depan dan meninggalkan satu tujuan hidup manusia yang pasti. Dan sebuah kisah pun dimulai.
“Sa, aku terlanjur cinta ma Andi, tapi tadi aku log in facebook-nya, dia inbox-an ama mantannya. Andi masih perhatian ama Si Gia itu.” Sms dari Niken, sahabat sekaligus tante kandungku yang sebaya denganku membuatku berpikir kritis menangani masalah dilemanya.
“Sabar aja Ken, mungkin mereka sekedar deket biasa kayak kamu dan aku deket ama Andi. ” Aku membalas pesannya sebisaku.

“Tapi Gia tuh kecentilan. Gedek banget aku ma dia.” Aku bisa melihat wajahnya yang manyun dalam imajinasiku.
“Sama Ken.Aku ma Sarah juga gedek ma dia. Justru karena dia centil, aku yakin Andi bakal cepet berpaling..” Aku mencoba memberi semangat pada sahabatku yang satu ini.
“Moga aja Sa.”
***
Siang ini sepi. Begitu sepinya hingga menyadarkanku kalau aku rindu sosok pacar .  Aku rindu

Kamis, 06 September 2012

A Hope




While you had a hope, you were trying to create it.
            You wouldn’t give in.
            Until it was created.
            But I wasn’t so.

            Di sudut kamarku , aku biasa menghabiskan malamku, untuk menanti fajar tiba. Aku memang punya penyakit insomnia. Insomnia-ku ini, bukan tanpa disengaja. Tapi aku sengaja.
            Seperti sekarang ini. Aku berjuang melawan rasa kantukku yang sudah hambar rasanya. Sangat lemah, karena ku sudah terbiasa membendungnya. Bertemankan i-phone dan diaryku, aku berdiam diri di sudut kamar. Ku putar lagu-lagu yang menggambarkan sosok seorang gadis yang patah hati karena cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Alunan melodi itu menuntunku untuk menuangkan emosiku di setiap lembar diaryku.

            Dear Diary

            Seperti malam-malam sebelumnya, aku kembali menorehkan setiap detil emosiku kepadamu. Aku sangat tersiksa dengan rasa cintaku padanya. Aku ingin membakar habis rasa ini. Tapi aku tak punya kekuatan lebih. Setiap kali aku mencobanya, dorongan untuk memilikinya, merasakan belaian darinya, bisa menangis di dekapannya, mengelus pipinya, memeluknya, mendorongku sama hebatnya dengan saat pertama kali aku menyadari rasaku ini adalah perasaan cinta untuknya. Aku tak berdaya karena cintaku.